Para peserta UKW Anggota PJI Angkatan ke-9 bersama penguji dan panitia berfoto bersama usai pelaksanaan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) di Indramayu, baru-baru ini, (dok Ist)
SURABAYA – LIBERNAS.COM | Ketua PWI Jawa Timur, Hartanto Boechori, melontarkan kritik keras terhadap sejumlah pejabat publik yang kerap memblokir kontak wartawan hanya karena tidak nyaman dengan pertanyaan kritis. Ia menyebut tindakan tersebut sebagai refleksi dari kepanikan dan mental antikritik yang mencederai semangat demokrasi dan transparansi.
“Saya mendapati beberapa pejabat publik langsung memblokir nomor kontak wartawan ketika ditanya atau dikonfirmasi secara kritis. Ini bukan hanya tindakan tidak cerdas, tapi juga memperlihatkan ketidakpahaman terhadap esensi jabatan publik,” tegas Hartanto, dalam pernyataan resminya.
Menurut Hartanto, wartawan memiliki hak sekaligus kewajiban untuk menjalankan fungsi kontrol sosial, termasuk menyampaikan pertanyaan konfirmasi dan klarifikasi yang tajam, selama itu untuk kepentingan umum dan disampaikan secara santun.
“Bertanya adalah tugas wartawan. Menjawab adalah kewajiban pejabat publik, bukan bentuk kemurahan hati. Jika tidak siap dikritik, jangan duduk di kursi yang dibiayai oleh uang rakyat,” lanjutnya.
Hartanto juga menegaskan bahwa pemblokiran terhadap wartawan bukanlah solusi. Sebaliknya, pejabat yang bertindak demikian dianggap gagal membangun komunikasi dan tidak siap menjalankan fungsi pelayanan publik yang terbuka terhadap kritik dan dialog.
“Wartawan itu bukan musuh, tapi mitra. Kalau pertanyaannya dianggap keliru, ada ruang klarifikasi, hak jawab, Dewan Pers, dan mekanisme organisasi. Yang tidak ada ruangnya adalah sikap feodal dan main blokir!”
Lebih lanjut, Hartanto menyatakan komitmennya untuk membela para jurnalis yang bekerja secara profesional, sesuai amanat Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik.
“Wartawan boleh ditanya balik, tapi tidak boleh dibungkam. Saya akan selalu membela anggota saya yang bekerja benar. Tapi saya juga mengingatkan rekan-rekan wartawan: jalankan tugas secara bermartabat. Tajam boleh, tapi tetap sopan dan bertanggung jawab,” ujarnya.
Pernyataan ini menjadi catatan penting bagi pejabat publik yang masih alergi terhadap transparansi dan sebagai pengingat bagi insan pers untuk terus menjalankan tugas dengan integritas.